29 Agustus 2009

SYEKH AHMAD KHATIB
(bukan) cucu
TUANKU NAN RENCEH?

Suatu kali, tak ingat persis kapan, saya searching di situs http://books.google.com/. Keyword yang saya ketikkan; “tuanku nan renceh”. Setelah tengok sana, sigi sini, mata saya pun terpaku pada sepenggal kalimat yang menyebut; Syekh Ahmad Khatib al-Minangkabawy adalah cucu dari Tuanku Nan Renceh, tokoh Paderi nan radikal itu. Seakan tak percaya dengan hal itu, saya gali dan gali lagi informasinya lebih dalam.

Ternyata ada beberapa buku dan artikel yang menyebutkan Tuanku Nan Renceh adalah kakek dari Syekh Ahmad Khatib, seorang tokoh pembaharu asal Minangkabau. Diantaranya Chalijah Hasanuddin (1988), Muhammad Syamsu As (1996), Panji Masyarakat (1999), Susiknan Azhari (2006), A Suryana Sudrajat (2006 dan 2007) dan A. Ikhdan Nizar St Diateh (2008).

Tapi dalam penelusuran lebih lanjut, saya menemukan pula beberapa penulis yang menyebut, kakek Syekh Ahmad Khatib adalah Tuanku Nan Rancak (juga ulama Paderi terkemuka), bukan Tuanku Nan Renceh. Yang menulis begitu diantaranya Buya HAMKA (1982), Akhria Nazwar (1983), Islamic Center Sumatera Barat (2001) dan buku Cahaya dan Perajut Persatuan: Waliullah Ahmad Khatib al-Minangkabawy Penerbit Adicita Karya Nusa (2001).

Tentang kontroversi pendapat ini, beberapa waktu lalu penulis sempat melakukan korespondensi online dengan Muhammad Dafiq Saib Sutan Lembang Alam, salah seorang cucu dari Syekh Ahmad Khatib. Menurut Muhammad Dafiq Saib (MDS)*, keterangan Buya HAMKA lah yang sesuai dengan ranji keturunan Zainab. "Ambo khawatir Tuanku Nan Rancak suami Zainab ko mungkin dikaliruan urang jo Tuanku Nan Renceh," tulisnya. *MDS adalah anak dari Zakiah anak dari Maryam anak dari Aisyah (salah satu saudara perempuan Syekh Ahmad Khatib).

Meski begitu, dua pendapat kontroversial ini tetap saja membingungkan, setidaknya bagi saya. Apalagi hingga setakat ini belum saya temukan satupun keterangan yang mencoba mengkonfrontir langsung kedua pendapat yang berbeda itu. Karenanya, penelitian lebih konprehensif tentang perkara yang belum jelas duduk tegaknya ini sangat layak untuk diperdalam.

Menurut hemat saya, salah satu dari dua pendapat tentang kakek Syekh Ahmad Khatib ini bisa dipastikan benar. Tapi yang mana? Apakah Tuanku Nan Renceh atau Tuanku Nan Rancak? Kalau Tuanku Nan Renceh yang benar, mana bukti pendukungnya? Kalau Tuanku Nan Rancak, apa pula bukti penguatnya? Apatah lagi, seperti disebut Buya HAMKA, Tuanku Nan Rancak ini adalah seorang ulama terkemuka di zaman Paderi. Kalau iya, kok sejauh ini saya belum menemukan riwayat khusus tentang ulama Paderi bergelar Tuanku Nan Rancak itu.

Atau mungkinkah Tuanku Nan Renceh dan Tuanku Nan Rancak itu adalah orang yang sama. Meskipun kecil, kemungkinan seperti itu tetap saja ada. Trauma sejarah akibat api pertentangan dan peperangan hebat antara kelompok Tuanku Nan Salapan yang radikal dibawah pimpinan Tuanku Nan Renceh versus gurunya Tuanku Nan Tuo plus Fakih Saghir yang moderat bisa saja memunculkan upaya untuk menghapus jejak tragedi itu. Betapa hebatnya pertentangan murid dengan gurunya itu terekam jelas dalam Surat Keterangan Syeikh Jalaluddin karangan Fakih Saghir.

Berdasarkan penelusuran gineakologi, Tuanku Nan Rancak (atau bisa jadi Tuanku Nan Renceh) dan Syeikh Jalaluddin Fakih Saghir adalah besan. Anak Tuanku Nan Rancak dari hasil perkawinannya dengan Zainab yakni Limbak Urai dikawinkan dengan Abdullatif Khatib Nagari (anak Syeikh Jalaluddin Fakih Saghir). Dari perkawinan itu lahirlah beberapa anak, diantaranya Ahmad Khatib. Artinya, Tuanku Nan Rancak atau Tuanku Nan Renceh adalah kakek Ahmad Khatib di pihak ibu dan Syeikh Jalaluddin Fakih Saghir adalah kakek di sebelah bapak.

Pengaburan fakta dan atau pengeliruan penyebutan (seperti diduga MDS) antara Tuanku Nan Rancak dengan Tuanku Nan Renceh sangat mungkin terjadi. Bisa sengaja atau tidak disengaja. Asumsi ini bisa saja benar mengingat adanya pertentangan yang amat hebat antara Tuanku Nan Renceh dkk dengan gurunya Tuanku Nan Tuo dan Fakih Saghir. Saking hebatnya pertentangan itu, Sang Guru disebut Tuanku Nan Salapan sebagai Rahib Tua. Fakih Saghir malah digelari Raja Kafir. Keduanya pun diperangi beramai-ramai. Hingga pada suatu kesempatan, anak-anak sang gurupun dibunuh lewat sebuah tipu muslihat.

Bilamana Tuanku Nan Rancak adalah Tuanku Nan Renceh yang radikal itu, sangat wajar kiranya kalau namanya dihitamkan dari daftar silsilah pihak keluarga istrinya Zainab. Apalagi dia adalah pemimpin dari sekelompok murid yang dicap "durhaka" dan tega-teganya memerangi sang guru (Tuanku Nan Tuo) dan anaknya Fakih Saghir yang tak lain merupakan kawan dekat Tuanku Nan Renceh sendiri sewaktu menuntut ilmu di mesjid Koto Ambalau di Nagari Canduang Koto Laweh.

SENARAI KUTIPAN

Tuanku Nan Renceh - Kakek Ahmad Khatib?

Chalidjah Hasanuddin (Al-Jamíyatul Washliyah, 1930-1942: Api dalam Sekam di Sumatera Timur Penerbit Pustaka, 1988, 186 halaman) pada catatan kaki halaman 152 bertutur seperti berikut:“Ayahnya adalah kepala Jaksa di Padang, ibunya anak dari Tuanku Nan Renceh, seorang ulama terkemuka di kalangan kaum Padri.”

Muhammad Syamsu As pada halaman 270 bukunya Ulama Pembawa Islam di Indonesia dan Sekitarnya, Edisi: 2, Penerbit Lentera Basritama, 1996, 345 halaman menyebut: “Sedangkan ibunya anak dari Tuanku Nan Renceh, seorang ulama Paderi di Minangkabau. Ibunya ini adalah adik dari ibu Syekh Thaher Jalaluddin (1869-1956).”

Kutipan dari Majalah Panji masyarakat, Volume 3 – 1999 halaman 120 menyebut:“Ibunya (Ahmad Khatib, Red) anak Tuanku nan Renceh, ulama terkemuka dari golongan Padri.”

Susiknan Azhari dalam bukunya Ensiklopedi Hisab Rukyat terbitan Pustaka Pelajar, 2005, 277 halaman" menulis pada halaman 15: “Ibu Ahmad Khatib adalah Limbah Urai, anak Tuanku Nan Renceh, seorang ulama Paderi terkemuka.”

A Suryana Sudrajat dalam Ulama Pejuang dan Ulama Petualang: Belajar Kearifan dari Negeri Atas Angin, Penerbit Erlangga, 2006, 103 halaman menyebut: “Ibunya anak Tuanku nan Renceh, ulama terkemuka dari golongan Padri.”

Masih menurut Suryana Sudrajat dalam Syekh Ahmad Khatib Minangkabau (1860-1916), Guru Kaum Pembaru Generasi Awal, Nopember 29, 2007, yang dikutip Selasa, 12/8/2008 menyebut: “Ahmad Khatib boleh dibilang berasal dari keluarga terkemuka dan dinamis. Dia lahir di Bukittinggi pada tahun 1855. Ayahnya Jaksa Kepala di Padang. Ibunya anak Tuanku nan Renceh, ulama terkemuka dari golongan Paderi. Tidak syak lagi, darah yang mengalir di tubuh Ahmad Khatib berasal dari golongan ulama dan kaum adat.”

A. Ikhdan Nizar St Diateh dalam Haji Baroen bin Ja’koeb Pendiri Surau Pengajian Pertama dan Terakhir di Kotogadang? Minggu, 24 Februari 08 yang tertuang semula dalam http://www.kotogadang-pusako.com/cetak.php?id=96 menukil: “…ingat akan Syekh Ahmad Khatib, yang babako ka Kotogadang, cucu Tuanku Nan Renceh ulama kaum Paderi, yang pergi belajar ke Mekah lalu tidak pernah pulang lagi.”…..”Akan tetapi hal ini bisa terbantahkan oleh kenyataan seorang bernama Abdul Latif berasal dari Kotogadang menjadi menantu Tuanku Nan Renceh, seorang ulama Paderi terkemuka, dan anaknya adalah Syekh Ahmad Khatib yang sangat kritis terhadap adat Minangkabau."

Nukilan ini dikutip Kamis 27/8/2009 dari Blog Buya Masoed Abidin

Tuanku Nan Rancak - Kakek Ahmad Khatib?

Buya HAMKA dalam bukunya Ayahku: Riwayat Hidup Dr. H. Abdul Karim Amrullah, Penerbit Ummida, 1982 pada halaman 271, menulis:“Ibu Syekh Ahmad Khatib adalah orang Empat Angkat. Ibunya bernama Limbak Urai. Ayah dari Limbak Urai ini adalah Tuanku Nan Rancak, seorang ulama terkemuka di zaman Paderi…”

Sementara Akhria Nazwar pada halaman 5 bukunya berjudul Ahmad Khatib, Ilmuwan Islam di Permulaan Abad ini, Penerbit Pustaka Panjimas, 1983, 117 halaman menulis: ”Ayah Limbak Urai ialah Tuanku Nan Rancak, seorang ulama terkemuka pada zaman Paderi.”

Pada halaman 94 buku Riwayat Hidup Ulama Sumatera Barat dan Perjuangannya yang ditulis dan diterbitkan oleh Islamic Centre Sumatera Barat, 2001, 224 halaman, dinukil: “Tuanku Bagindo Khatib mempunyai seorang anak wanita bernama Siti Zainab. Siti Zainab dikawinkan dengan Tuanku Nan Rancak, juga ulama besar."

Sementara itu pada halaman 11 buku Cahaya dan Perajut Persatuan: Waliullah Ahmad Khatib al-Minangkabawy Penerbit Adicita Karya Nusa, 2001, 85 halaman, disebut: “Kakek Ahmad Khatib bernama Tuanku Nan Rancak. Ia adalah seorang ulama terkemuka dalam Perang Paderi.”

Korespondensi Dengan Muhammad Dafiq Saib

----- Original Message ----
From: syukri datuk
To: "stlembang_alam@yahoo.com"
Sent: Monday, November 3, 2008 8:13:06 PM
Subject: PERKENALAN DAN MOHON KATARANGAN

Assalamualaikum Wr Wb Mak St Lembang Alam

Semoga Mamak jo keluarga sarato cucu dalam kadaaan sihaik. Amin!

Sanang bana bisa mendapek kan alamaik email mamak di internet. Ambo lah lamo ingin mancari tahu tantang keluarga dan silsilah Syekh Ahmad Khatib Al-Minangkabawi nan ruponyo adolah ukuran kakek dari Mak Sutan.

Sabagai surang anak Minang di tanah Rantau (Duri-Riau), ambo tamasuak suko mambaco-baco tantang saluak baluak sejarah terutamo sejarah nagari awak. Ambo dari Kamang Bukiktinggi, Mak. Kabatulan pernah ambo baco buku karangan Buya Prof DR Hamka. Kato baliau, Nenek Mak Sutan nan banamo Limbak Urai tu adolah anak dari Tuanku Nan Rancak, ulama terkemuka di zaman Padri nan mangawini Zainab, anak dari Tuanku Bagindo Khatib, bakeh Regen Agam nan digantikan dek Syekh Jalaluddin Fakih Saghir (ayah dari Abdul Latif Khatib Nagari => apak dari Syekh Ahmad Khatib).

Nan saketek maragu di ambo Mak Sutan, ado pulo katarangan nan ambo dapek di internet juo. Ado nan manyabuik bahaso Limbak Urai ko adolah anak dari Tuanku Nan Renceh, salah surang dari pencetus gerakan Padri tu. Satidaknyo ado tigo sumber nan ambo dapek nan manyatokan Limbak Urai anak dari Tuanku Nan Renceh. Partamu cuplikan buku Ensiklopedi hisab rukyat oleh Susiknan Azhari - 2005 - 277 halaman. Nan lain adolah cuplikan buku al-Jamʻiyatul Washliyah, 1930-1942: api dalam sekam di Sumatera Timur oleh Chalidjah Hasanuddin - 1988 - 186 halaman. Juo karangan A. Ikhdan Nizar St Diateh di www.kotogadang-pusako.com. Katigonyo manyabuik Tuanku Nan Renceh sebagai kakek dari Syekh Ahmad Khatib.

Satantangan dua katarangan nan babeda ko (Prof Hamka mangatokan Tuanku Nan Rancak dan nan lain manyabuik Tuanku Nan Renceh), tantulah Mak Sutan Lembang Alamlah nan jauah labiah tau hal iko. Makonyo ambo ingin bana mamak bisa mambari katarangan nan sahiah kapado ambo salaku salah surang anak Minang di rantau nan hauih jo sejarah.

Maaf ambo sampaikan banyak-banyak ka Mamak karano alah lancang manggaduah katanangan mamak dalam kasibukan sahari-hari. Ateh bantuan dan katarangan mamak, ambo ucapkan tarimo kasih banyak.

Hormat Ambo:
Syukri Datasan Al-Pauhi

From: "Muhammad Dafiq Saib"
To: s_datasan@yahoo.com
Sent: Monday, November 3, 2008 5:32 AM
Subject: Re: PERKENALAN DAN MOHON KATARANGAN

Wa'alaikumussalam wa rahmatullahi wa barakaatuhu

Partamu sakali ambo manyampaian ucapan tarimo kasih untuak pertanyaan-pertanyaan ko.

Sajujurno, pangatahuan ambo indak pulo banyak tantang barito nan lain sahubungan jo inyiak Syekh Ahmad Khatib ko salain dari pado ranji di pasukuan kami. Dari uraian angku Syukri di bawah, nan cocok jo ranji tu adolah katarangan dari Buya Hamka. Bahaso amak dari Limbak Urai tu banamo Zainab dan baliau istri dari Tuanku Nan Rancak. Amak dari Zainab (nenek dari Limbak Urai) banamo Bilan dan suami baliau adolah Khatib Tuanku Bagindo. Amak pulo dari Bilan ko banamo Intan Budi sadangkan suami baliau indak ado dalam catatan ranji kami lai.

Ambo khawatir Tuanku Nan Rancak suami Zainab ko mungkin dikaliruan urang jo Tuanku Nan Renceh.

Itu sajo nan dapek di ambo kajawabno.

Wassalamu'alaikum
Lembang Alam

From: "syukri datuk"
To: "Muhammad Dafiq Saib"
Sent: Tuesday, November 4, 2008 3:07 AM
Subject: Re: PERKENALAN DAN MOHON KATARANGAN
As Wr Wb Mak Sutan.

Sanang bana ati ambo langsuang mandapek tanggapan dari Mamak satantangan kakek alias inyiak dari Syekh Ahmad Khatib nan ambo tanyokan kapatang. Tarimo kasih banyak ambo ucapkan untuak itu. Cuma kok lai buliah ambo batanyo ciek lai Mak; "Dima pulo kampuang Nyiak Tuanku Nan Rancak tu dan apo pulo suku baliau?" Mudah-mudahan Mamak ado mendapek-an siwarih dari rang tuo-tuo tantang itu. Soalnyo, dari buku Buya Hamka hanyo disabuik Tuanku Nan Rancak, salah surang ulama terkemuka Paderi. Tantulah panjalasan Mamak tantang iko (kalau ado) akan merupokan katarangan sejarah terbaru nan mungkin salamo ko banyak urang nan indak tau.

Katarangan tambahan dari mamak akan sangaik ambo arok-kan. Ateh budi baiak Mak Sutan, ambo aturkan tarimokasih banyak.

Wassalam!
Hormat Ambo ka Mamak
(Syukri Datasan Al-Pauhi)

Komentar di Blog Suryana Sudrajat

Komentar:
syukri | November 5, 2008 at 1:42 pm

Salam Pak Suryana Yth

Saya amat tertarik dengan karangan ini terutama pada bagian yang menyatakan silsilah Syekh Ahmad Khatib. Dikatakan ayah beliau hoofdjaksa di Padang dan Ahmad Khatib adalah cucu Tuanku Nan Renceh. Mungkin keterangan pertama perlu diralat karena ayah Ahmad Khatib adalah Abdullatif Khatib Nagari yang bukan Hoofdjaksa tapi ulama. Kakeknya Tuanku Andurrahman Dt Rangkayo Basa lah yang hoofdjaksa di Padang itu. Keterangan yang kedua menyebut ibu Ahmad Khatib adalah anak dari Tuanku Nan Renceh, ulama Paderi. Ini sangat saya ragukan. Darimana Pak Suryana mendapat keterangan seperti itu? Tentu ada sumbernya. Soalnya Prof DR Hamka dalam bukunya menyebut, ayah Limbak Urai (ibu Ahmad Khatib) itu adalah Tuanku Nan Rancak. Keterangan dari Bpk Muhammad Dafiq Saib, cucu ke sekian dari Ahmad Khatib yang saya hubungi pun menyebut ayah Limbak Urai itu Tuanku nan Rancak, bukan Tuanku Nan Renceh. Jadi Mohon klarifikasinya tentang hal ini supaya jelas hitam putihnya.

Atas jawaban Pak Suryana, saya ucapkan terima kasih banyak.

Wassalam
Syukri-Duri-Riau

Tidak ada komentar: